Langsung ke konten utama

Ulasan Buku: Krisis Kebebasan



Judul        : KRISIS KEBEBASAN
Penulis    : Albert Camus
Penerbit  : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Pengulas : Rafikah/Angkt: Muttia Ate

Kebebasan bukan soal hadiah yang akan didapatkan oleh warga negara dari penguasanya. Kebebasan bukan soal kepantasan yang patut diberikan oleh penguasa untuk warga negaranya. Kebebasan merupakan hak alamiah yang dimiliki oleh setiap individu warga negara. Di berbagai belahan dunia manapun, tidak ada seorang yang berhak atas kebebasan orang lain, sekalipun atas nama negara dan kepentingan orang banyak. John Stuart Mill (1806-1873), seorang intelektual dan anggota parlemen Inggris, menegaskannya secara sederhana: limit of individual freedom is another individual freedom. Kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan
orang lain.

Apa yang akan terjadi jika kebebasan diusik, dibungkam dan dicekal? Terlebih lagi, sebagaimana sejarah Eropa pada zaman kekuasaan NAZI (1933-1945), kebebasan dibekuk dan diberangus sedemikan rupa melalui cara-cara keji yang menistakan nilai-nilai kemanusiaan. Pemberontakan dan perlawanan adalah upaya tunggal untuk merebut kembali hak-hak.

Albert Camus, seorang jurnalis dan cendekiawan asal Aljazair yang mengambil jalan pedang (perang) ketika negaranya dilanda krisis kebebasan. Camus menolak peradaban Eropa yang bersatu di bawah ideologi atau teknokrasi yang menyangkal adanya perbedaan. Camus menyatakan keberpihakannya pada Eropa yang berkembang dengan segala perbedaan dan kebebasannya. Sebab, kebebasan bagi Camus, merupakan kebaikan tertinggi yang akan mengendalikan kebaikan lain; baik bagi masyarakat maupun individu.

Ada enam argumentasi yang digunakan Camus untuk mendebat penguasa tiran yang menghendaki adanya ketertundukan diluar ajaran yang dianutnya. Sebagai seorang jurnalis, Camus menguraikan argumentasinya dalam bentuk surat-tulisan.

Pada surat pertama, Camus mendekontruksi pemahaman para tiran mengenai “kepahlawanan” dan “kebesaran sebuah negeri”. Kepahlawanan dalam pengertian Camus adalah kepahlawanan yang didasari oleh perasaan cinta terhadap kebebasan dan keadilan. Bukan kepahlawanan seperti yang ditunjukkan oleh para algojo dan tentara Jerman yang buta dan tidak dapat dibenarkan. “Aku mencintai negeriku dan tetap mencintai keadilan. Aku tidak ingin sembarang kebesaran, apalagi kebesaran yang lahir dari darah dan kepalsuan”, tulisnya dalam surat pertama

Pada surat kedua, Camus menekankan pentingnya akal budi (intelligence) atas keberanian. Hal tersebut memiliki peran penting untuk menghadapi penguasa tiran yang memang mengerikan. Pada surat kedua ini Camus berangkat dari logika-akal sehat yang sederhana bahwa siapapun yang diancam kebebasannya, maka ia akan melawan dalam kondisi apapun. “Kukira engkau akan sungguh-sungguh terperanjat melihat munculnya kembali akal budi dari bayang-bayang maut,” tulisnya.

Mengenai pentingnya kebebasan individu, Camus menuliskannya dengan sangat apik pada surat kedua ini. Camus menegaskan bahwa kebebasan sejatinya memang tak dapat tergantikan, bahkan oleh agama sekalipun. Camus menuliskan tentang kisah seorang tawanan politik berusia 16 tahun yang tidak lagi menghiraukan seorang pastor yang berusaha menghiburnya melalui doa menjelang eksekusi tembakan mati.

Camus memang merupakan cendekiawan yang cakap dan gigih pada prinsipnya. Camus hidup dengan konsep dan ide. Argumentasi dan data ilmiah Camus telah mencengangkan para pendukung totalitarianisme. Ia mengemukakan penelitiannya bahwa 33 negara yang menghapus sistem perbudakan dan hukuman mati, jumlah pembunuhnya tidak meningkat. Camus menuliskannya dengan sangat baik pada surat ketiga dan keempat. Baginya, menyelamatkan manusia dari perbudakan sama halnya dengan menyelematkan ide dan kebenaran.

Kebebasan dan keadilan merupakan diskursus yang mengundang perdebatan di ruang publik. Namun, adu pendapat secara bebas kalangan liberal versus pihak yang kontra acapkali diselenggarakan secara tidak sehat. Segudang hasil penelitian liberal kerap dikebiri oleh kumpulan argumentasi rapuh para penentang kebebasan yang seringkali menggunakan dalil-dalil agama. Padahal, kita tahu bersama bahwa agama adalah ruang privat -bukan ruang publik.

Buku karya Albert Camus ini mengajak kita untuk mempertahankan dan merawat budaya literasi secara bersama-sama. Menurut Camus, kaum cendekiawan harus bersatu menghimpun kekuatan yang berlandaskan pada nilai independensi, akal budi atas keberanian, dan kontinuitas riset.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Buku: Che Guevara Dan Revolusi KUBA

JUDUL : Che guevara dan revolusi KUBA PENULIS : Fidel Castro dan che guevara PENGULAS : Muh iqbal fahrun ANGKATAN : (sikasajangang) ORGANISASI : GERAKAN MAHASISWA KALUKKU CHE GUEVARA (lahir di Rosario, Argentina, 14 Juni 1928 meninggal di Bolivia, 9 Oktober 1967 pada umur 39 tahun) adalah seorang pejuang revolusi, dokter, penulis, pemimpin gerilyawan, diplomat, dan pakar teori militer asal Argentina yg berhaluan Marxis. Sebagai salah satu tokoh utama dalam Revolusi Kuba, wajahnya telah menjadi simbol perlawanan dalam gerakan kontra-kebudayaan dan dalam budaya populer REVOLUSI KUBA merupakan peristiwa monumental mengenai perubahan politik dan sosial Secara radikal di mna che guevara mengambil peran sentral Ia ikut memimpin tentara pemberontak mengalahkan pasukan fulgecio batista. Perjuangannya menjadi buah bibir di seluruh dunia, dan che menjadi ikon tersendiri. Terpisah sebagai bagian dari pengorbanan hidup mereka untuk mencapai tujuan r...

Ulasan Buku: Iblis Menggugat Tuhan

Judul buku: Iblis Menggugat Tuhan (The madness of God)  Penulis: swahni Penerbit: Dastan Books Pengulas: Nurul Annisa/Angkt: Muttia Ate Pengetahuan berjalan tertatih dengan kaki yang patah.  Tapi kematian datang menyeruduk tak kenal ampun.  Telah ku saksikan orang-orang beriman yang berwudhu deng darah mereka sendiri, sementara air wudhu ku cuma sebatas  tinta.     Dengan nama yang maha suci, bagimu yang membaca kata demi kata ini, ingatlah aku dalam doamu. Ingatlah aku agar dia juga mengingatku.  Memicingkan mata di depan Ka'bah, apa kiranya yang kau tahu tentang bangunan suci itu? Bahkan seandainya sang Ka'bah mampu membuka diri, tak satupun kata bisa kau sampaikan kembali kepada orang lain. Sungguh ia memang tak tersampaikan. Diamlah!  Kata-kata mu bukan akhir dari segalanya tak ada keseimbangan di situ. Semata-mata bobot satu kata menindih kata yang lain tak lebih. Jika kata mampu mengekspresikannya, maka ...

Ulasan Buku: Tubuhku Bukan Milikku

Judul : Tubuhku bukan milikku Penulis : Cecilie Hoigard & Liv Finstad Pengulas : Musfira Organisasi : Gerakan Mahasiswa Kalukku Angkatan : Sikasajangang Cecilie Hoigard & Liv Finstad menulis buku berjudul “Tubuhku Bukan Milikku”. Kedua penulis telah melakukan penelitian mengenai prostitusi sejak 1979 dengan cara mewawancarai para PSK(pekerja seks komersial)di Oslo ,Norwegia. Subjek utama dari buku ini adalah prostitusi.Prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang.Kedua penulis tertarik dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam pertukaran antara seks dengan uang.Ada empat alasan utama adanya prostitusi yaitu uang,rasa memiliki,pemakaian obat-obatan, dan satu imaji tentang perempuan yang mempromosikan prostitusi.Mempromosikan prostitusi melalui cara periklanan,prostitusi yang diiklankan biasanya dilakukan secara pribadi baik di apartemen si perempuan,atau di apartemen tempat ia melayani. Para PSK beranggapan bahwa dengan prostitusilah mereka sangat...